#7

achaish
4 min readFeb 16, 2021

Dua hari lalu saya baru saja nonton satu drama Korea Selatan yang menurut saya ciamik sekali. Judulnya Love Scene Number. Dari judulnya, awalnya saya kebingungan drama apa ini. Judulnya terasa tanggung nggak sih?

Love Scene Number Poster (source: idntimes)

Ternyata, ini adalah drama omnibus. Ada 4 drama berbeda di dalamnya dengan cerita dan sutradara yang berbeda pula. Setiap cerita akan diberi nomor. Benang merahnya, semua ceritanya berpusat pada tokoh-tokoh wanita. Tokoh-tokoh ini usianya bervariasi dari 23 tahun sampai 40-an tahun. Semuanya berdinamika sesuai dengan tahapan usianya.

Cerita-cerita dan sinematografinya memang ngga usah ditanya lagi. Tapi Love Scene Number #42, cerita ke-4 dari omnibus ini, yang membuat saya paling terkesan.

Bercerita tentang wanita 40 tahun-an yang sudah menikah dengan suaminya selama 20 tahun. Di awal saya disuguhi suasana pasangan yang rasanya cukup realistis. Wanita bernama Jung Chungkyung ini terbangun dari tidurnya, bersama suaminya ia merapikan tempat tidurnya. Masing-masing masuk ke kamar mandi membersihkan diri lalu menyiapkan sarapan. Uniknya, sarapan yang mereka masak dimakan oleh pasangan mereka.

Chungkyung yang memanaskan roti di atas pan ternyata makan nasi dan sup yang dihangatkan di microwave oleh suaminya. Terus mereka ngobrol santai tentang pembalut Chungkyung yang berantakan karena ditaruh dengan tidak rapi oleh suaminya, Woo Woonbum. Dari obrolan ini juga, Chungkyung jadi sadar kalau siklus haidnya sudah lama tidak mendatanginya.

Sehabis itu, mereka berangkat bekerja. Ke studio perabotan kayu yang mereka kelola sendiri. Ini hal unik lainnya, rasanya jarang sekali saya melihat suami istri yang bekerja bersama. Kalau di perusahaan, biasanya tidak boleh ‘kan satu kantor dengan pasangan?

Yah, terus satu dan lain hal membawa mereka ke tengah konflik mereka. Soal pernikahan mereka yang sudah lama tentu jadi pusatnya. Mereka yang sudah 20 tahun menikah dan tidak memiliki anak, masalah individu masing-masing, sampai kepercayaan. Menariknya, setiap adegan di drama ini membuat saya berpikir ulang. Apakah pernikahan betul-betul menyenangkan?

Menurut saya, drama ini adalah gambaran cukup mendekati nyata sebuah pernikahan yang sudah lama. Kalau menurut teorinya Stenberg, biasanya pasangan yang sudah lama menikah mendasari hubungan mereka dengan intimacy dan commitment. Komponen passion biasanya sudah lama tidak ada. Lucunya, di sini hal ini digambarkan dengan apik. Dimana mereka adalah pasangan lama yang bahkan sudah lama tidak berhubungan intim, tapi tetap bersama selayaknya kawan.

Konflik individu masing-masing mereka juga cukup memberi bumbu dalam cerita ini. Chunkyung adalah seorang wanita 40 tahun yang sadar kalau dirinya sudah tidak seperti dulu lagi. Ia tidak lagi muda, badannya tidak lagi sekencang dulu, dan caranya berpakaian mulai tidak dipedulikan. Salah satu adegan yang saya ingat adalah ketika ia berkaca di kamar mandi mengenakan singlet dan mencubit-cubit perut dan lengannya. Ia lalu meminta sang suami untuk mengganti lampu kamar mandi karena menurutnya terlalu terang.

She was insecure. About her body, her face, even her worth.

Akhir-akhir ini kebanyakan drama Korea dipenuhi dengan laki-laki menyebalkan yang tidak peduli dengan istrinya. Biasanya juga kalau salah satu tokoh sudah dibuat sedemikian rupa agar kita kasihan, tokoh lainnya akan dibuat sedemikian rupa agar kita sebal. Tapi tidak dengan di drama ini.

Sebelum menikah, Woonbum adalah teman Chunkyung di kampung. Mereka kemudian menikah dan menggeluti bisnis bersama. Woonbum yang luar biasa baik hati ternyata menyimpan kekurangan juga. Beberapa pekerjaan yang ia pegang selalu berakhir terlambat dan akhirnya masalah-masalah yang timbul akan diselesaikan istrinya. Ini juga yang membuatnya tidak nyaman.

He was always wants to be a husband that can be relied on. But instead, he always ended up relying on his wife.

Drama ini membuat saya berpikir, pernikahan itu sepertinya bukan harus diputuskan oleh seberapa cintanya saya pada seseorang. Tetapi, seberapa jauh saya mau berkompromi dengan orang tersebut. Seberapa jauh saya mau memberikan separuh diri saya untuk dilengkapi oleh orang tersebut.

Ada adegan lain yang sangat menarik buat saya. Saat itu Chunkyung bilang seperti ini, “Mampukah aku hidup tanpa lelaki ini? Selama 20 tahun terakhir, suamiku adalah temanku, kekasihku, rekan bisnis, dan kolegaku. Tidak diragukan lagi bahwa ia adalah sahabatku. Ia milikku. Dia segalanya di hidupku. Mampukah aku hidup tanpanya?”

Kalau dibaca kalimat-kalimat ini rasanya cheesy, tapi ketika melihat Chunkyung menangis perih dibawah lampu kamar mandi yang ternyata telah diganti sesuai keinginannya oleh Woonbum, kata-kata ini mengiris setiap telinga yang mendengarnya.

20 tahun menikah, membuat Chunkyung seperti kehilangan dirinya. Ia yang sudah terbiasa dilengkapi oleh Woonbum, tidak kuasa menahan tangis kalau suaminya pergi meninggalkannya.

Adegan ini membuat saya bertanya lagi apakah saya mau membagi sebagian diri saya pada orang lain? Apakah saya siap kalau suatu saat bagian diri saya itu akan menghilang? Apakah bagian diri saya yang lain bisa kuat menahannya?

Tapi pertanyaan-pertanyaan ini ternyata dijawab oleh dinamika lain dari kehidupan mereka pula.

Oleh Woonbum yang bersedia menarik kembali Chunkyung dari kegelapan dan meyakinkan bahwa mereka harus tetap hidup bersama, berdua.

Oleh Chunkyung yang akhirnya bersedia bersandar pada bahu Woonbum dan berjalan beriringan.

Oleh sarapan pagi yang masing-masing mereka siapkan untuk pasangan.

Pada akhirnya saya mungkin akan bersedia. Berbagi sebagian diri saya dan berkompromi sejauh mungkin untuk “Woonbum” yang nantinya mungkin hadir di hidup saya.

Kalau kata dosen saya dulu, pernikahan tidak seindah apa yang kita bayangkan. Pasti banyak perjuangannya. Tapi juga banyak hal-hal indah yang membuatnya setimpal dengan segala keringat yang dikeluarkan.

Drama yang lebih seperti film ini sukses menggerakkan hati saya dua hari lalu. Beberapa cerita lainnya juga sangat menarik. Pokoknya sangat saya rekomendasikan! Bisa ditonton di sini ya :)

--

--

achaish

Tempat curhat tipis-tipis. Kadang menahan tangis, kadang meringis terlalu manis. Baca sampai habis.